Sejarah
Ilmu
1.
Ilmu dalam peradaban Yunani
Kemunculan
science Eropa dianggap bermula dari para filsuf negara-negara kota Yunani yang
mendiami pantai dan pulau-pulau Mediterranian Timur, di akhir abad ke-6 dan
ke-5 SM. Karya mereka hanya dikenal melalui cuplikan-cuplikan, rujukan-rujukan,
kutipan-kutipan singkat yang dibuat oleh para pengarang yang hidup belakangan.
Sebagai contoh ucapan Thales yang dikenal sebagai filsuf tertua, “semuanya
adalah air” sebenarnya diikuti dengan cuplikan “dan dunia penuh dengan
dewa-dewa”.[1]
Ada
dua seni yang dipelajari yang pada waktu itu mendekati kematanganya, pertama,
ilmu kedokteran, praktek yang setidaknya mencoba menerapkan metode yang
yang berdisiplin dalam pengamatan dan Penarikan kesimpulan, dan kedua, geometri,
yang sedang mengumpulkan setumpukan hasil di seputar hubungan-hubungan antara
ilmu hitung yang disusun secara khusus dan sedang mendekati masalah-masalah
struktur logis dan masalah-masalah definisi.
2.
Ilmu dalam peradaban Romawi
Menjelang berakhirnya periode
pra-Kristen, kekaisaran Romawi mwncapai dominasi atas seluruh dunia
Mediterania. Peradaban ini begitu canggih dan nyata-nyata modern dalam politik
dan personalitasnya, begitu gemar mempelajari disiplin hukum, sangat progresif
dalam teknologi-teknologi perang negara dan kesehatan publik, dengan akses
langsung kepada kumpulan karya-karya ilmu Yunani, namun gagal menghasilkan
ilmuwan seorang pun. Hanya ada dua ilmuwan besar yang hidup pada masa
pemerintahan Marcus Aurelius, namun keduanya adalah bangsa Yunani. Galen dari
Pergamon, mensistensiskan dan memajukan studi kedokteran, anatomi, dan
fisiologi. Ptolemeus dari Alexandria, membawa astronomi matematis yang
mendekati kesempurnaan klasik dan juga mencoba membawa pendekatan matematis dan
ilmiah menuju ilmu sosial empiris yang paling awal serta prediksi antrologis.[2]
Para sejarawan
berspekulasi tentang penyebab kegagalan orang Romawi dibidang pengembangan
ilmu. Ada yang mencoba melihat perbudakan yang menghambat dorongan bagi inovasi
industri. Barangkali struktur sosial bangsa Romawi yang berkombinasi dengan
kelekatanya yang lama terhadap bentuk-bentuk magis, tidak memberikan tempat
bagi penghargaan atas komitmen istimewa untuk jalan yang sulit dan berbahaya
dalam mencapai pengetahuan dan kebijaksanaan, yang dapat dilalui lewat
penelitian yang berdisiplin terhadap aspek-aspek alamiah yang terpisah-pisah.
3.
Ilmu dalam peradaban Islam
Kebuadayaan
Islam paling relevan bagi ilmu Eropa karena adanya kontak kultural yang aktif
antara negeri-negeri berbahasa Arab dan Eropa Latin pada masa-masa yang
menentukan. Penaklukan yang dilakuakan oleh pengikut sang Nabi yang dimulai
sejak abad ke-7 hingga abad ke-10 telah membuat bahasa Arab menjadi bahasa kaum
terpelajar bagi bangsa-bangsa yang terentang dari Persia hingga Spanyol.
Penakluk Arab membawa kemakmuran dan kedamaian bagi negeri-negeri yang
didudukinya. Sebagai contoh, perpustakaan Cordova memiliki 500.000 buah buku
pada saat bangsa-bangsa di Pyrenia utara yang hanya mempunyai 5000 buah buku.
Melalui para sarjana Kristen yang ada di Syiria, para penguasa Arab yang
bertempat di Baghdad pada abad ke-9 memerintahkan penerjemahan besar-besaran
terhadap sumber-sumber ilmu Yunani, dan segera sesudah itu peran sarjana Arab
sendiri bergerak maju khususnya dibidang matematika, astronomi, optik, kimia,
dan kedokteran. Abad ke-12 menunjukan adanya suatu program penerjemahan besar-besaran
karya-karya berbahasa Arab kedalam bahsa Latin, mula-mula dibidang astrologi,
dan magis, kemudian dibidang kedokteran dan akhirnya dibidang filsafat dan
ilmu.[3]
Akan tetapi meskipun
merupakan pemimpin, bahkan sepanjang masa-masa penerjemahan, peradaban Islam
berada dibawah tekanan bangsa-bangsa barbar yang disepanjang wilayah perbatasan
kekuasaanya, dan tidak lama berselang peradaban Islam segera mengalami
keruntuhan.
0 komentar:
Posting Komentar