Tragedi Blood Diamond
Dilihat
dari situasi ekonominya, Sierra Leone dikategorikan oleh CIA sebagai
Negara yang berpenghasilan sangat buruk. Keadaan ini diperparah dengan
infrastruktur sosial dan fisikalnya yang belum 100% pulih dari perang
saudara. GDP (PPP) tahun 2010 dari Sierra Leone adalah 4,812 US$
menempati urutan ke-162 di dunia. Serta GDP (PPP)-per kapitanya hanya
berkisar 900US$, menempati urutan ke 219 di dunia. Hal ini terlihat
sangat kontras, dibandingkan dengan sumber daya alamnya yang memiliki
muatan mineral dalam jumlah besar, serta bidang pertanian dan perikanan
yang sangat baik. Sekitar 70,2% populasi di Sierra Leone berada di bawah
garis kemisikinan. Sebagian besar dari orang-orang ini
bermatapencaharian sebagai penambang berlian. Boleh jadi, pertambangan
berlian ini merupakan satu-satunya hal yang bisa mengangkat nama negara
ini. Sierra Leone termasuk dalam 10 besar produsen berlian berkualitas
perhiasan antik top di dunia. Meskipun kaya akan berlian, negara ini
memiliki sejarah perjuangan yang keras dalam mengurus eksploitasi dan
ekspor berliannya hingga sampai seperti sekarang ini.
Dalam
satu tahun, Sierra Leone sanggup memberi penghasilan negaranya sekitar
250-300US$ hanya dalam bidang produksi berlian saja. Sayangnya, uang ini
banyak digunakan untuk money laundring dan berbagai aktifitas lainnya
yang melanggar hukum. Salah satu kejadian unik di Sierra Leone yang
berkaitan dengan berlian adalah tragedi “Blood Diamond’’. Perjuangan
Sierra Leone dalam menghadapi konflik Blood Diamond diawali pada tahun
1991, ketika ratusan orang dari Liberia menyeberang batas dan menyerang
kota dibagian utara dan selatan Sierra Leone. Pada tahun 1992,
Revolutionary United Front (RUF), sekelompok grup pemberontak Liberia,
menduduki Kono, pusat kota pertambangan berlian pada Sierra Leone. Usaha
untuk meredam pemberontakan ini diwujudkan oleh NPRC (National
Provisional Ruling Council) dengan berperang melawan kelompok
pemberontak RUF. Untuk memberantas RUF, NPRC berinisiatif melaksanakan
sebuah operasi yang bernama ”Operasi Genesis”. Namun, operasi ini gagal
dan malah jadi titik awal kehancuran bagi Sierra Leone. Berawal pada
pemilu tahun 1996 di Sierra Leone, untuk mengintimidasi penyumbang suara
berpotensial dan menguasai tambang di negeri ini, RUF melaksanakan
sebuah aksi yang sangat brutal. Kelompok pemberontak ini memotong kedua
tangan orang dewasa, remaja, anak kecil, bahkan bayi yang hadir pada
saat itu. Dikarenakan serangan ini, maka pemerintah mau tak mau
mengundang RUF untuk berpartisipasi pada pemilu tahun 1996. Sadisnya,
RUF malah terkesan tidak peduli dan tetap melancarkan aksi kejamnya
dalam mengamputasi tangan dan kaki para penduduk yang tidak berdosa.
Bulan November 1996, presiden baru Sierra Leone, Ahmad Tejan Kabbah
terpilih. Ia pun menandatangani perjanjian perdamaian di Abidjan, yang
memberikan kesempatan emas pada RUF untuk menjadi partai politik yang
berdiri secara sah. Sebagai gantinya, RUF bergabung dengan
pemberontak-pemberontak lainnya membentuk AFRC (Armed Forces Ruing
Council), yang malah menggulingkan Kabbah. Pada periode ini, tidak ada
intervensi internasional pada kedua belah pihak.
Akhirnya,
Februari tahun 1998, Nigeria yang memimpin pasukan militer ECOMOG
(Economic Community of West African States) mengusir pemberontakan AFRC
dan mengembalikan tahta Kabbah. Namun, pasukan Nigeria ini tak mampu
membendung pemberontakan RUF yang pada bulan Januari tahun 1999,
menewaskan 6000 penduduk dan memutilasi lebih banyak orang lagi.
Panglima besar Liberia, Charles Taylor yang kemudian menjadi presiden
Liberia ini adalah dalang dibalik semua kejahatan Blood Diamond ini.
Ialah yang menjadi aktor, mentor, dan pelaku dibalik kesuksesan RUF
dalam memperbaharui persenjataannya untuk melakukan pemberontakan. Semua
pembiayaan ini didapatkannya, karena berhasil mengusai Sierra Leone
yang merupakan salah satu pusat berlian dunia. Juli 1999, Sierra Leone
dipaksa lagi menyetujui perjanjian perdamaian dengan RUF di Lome, Togo.
Syarat perjanjian ini adalah memberikan kekuasaan legislatif pada RUF,
serta memberikan posisi pada beberapa anggotanya di kabinet
pemerintahan. Sekali lagi, RUF seperti tidak peduli pada pembangunan
Sierra Leone. RUF hanya memikirkan pengusaan daerah tambang berlian
Sierra Leone. Akibatnya, lebih banyak lagi korban mutilasi yang
berjatuhan dikarenakan juga tidak adanya intervensi internasional pada
waktu itu.
Tidak ada intervensi
PBB terhadap konflik yang berkecamuk di Sierra Leone sampai dengan bulan
Juni 2001. 10 tahun setelah perang ini mulai. Dan dibandingkan dengan
kebrutalan pembunuhan yang dilakukan oleh RUF, sanksi PBB terkesan
lunak. Yakni larangan penjualan berlian oleh Liberia, larangan bepergian
kepada pegawai Liberia termasuk juga presidennya, serta larangan
memiliki persenjataan berat. Sayangnya, mustahil bagi PBB untuk
menjalankan larangan ini. Tahun 2001, Issa Sesay, salah satu pimpinan
RUF, pergi ke Abidjan dengan membawa 8.000 karat berlian yang Ia jual
pada 2 pentransaksi gelap. PBB juga tidak benar-benar terlibat pada
perang di Sierra Leone, sebelum bulan Januari 2002. Pada saat itu,
akhirnya PBB mengirimkan 17.000 pasukan perdamaian untuk mengawasi
pelucutan senjata dan untuk mendukung kesepakatan Lome. Perang pada
Sierra Leone mulai mendapat perhatian internasional setelah pasukan
perdamaian PBB ini dilarang menginvestigasi pertambangan berlian yang
dikuasai RUF. Pada bulan maret 2003, mahkamah internasional PBB mendakwa
beberapa pihak yang terlibat dalam perang saudara di Sierra Leone
sebagai kriminal perang, kriminal dalam masalah kemanusiaan dan
kekerasan penyelewengan HAM internasional. Tapi, nasib dari para
terdakwa ini tidak jelas. PBB menganggap dakwaan itu sudah lebih dari
cukup. Aspek yang paling mengkhawatirkan adalah telatnya respons
internasional terhadap kejadian genosida yang telah menelan banyak
korban jiwa ini. Seperti pada 2 kasus lainnya di Rwanda dan Sudan yang
cukup serupa, dunia seakan menutup mata pada kerasnya perjuangan orang
Afrika untuk hidup layak serta aman dan tentram.
0 komentar:
Posting Komentar